Kamis, 02 Mei 2013

Topeng Malang


Wayang Topeng
Topeng merupakan seni pertunjukan yang sangat populer di Indonesia, bahkan genre pertunjukan tersebut merupakan salah satu yang tertua, yaitu sebagai seni panggung yang terkait dengan adat tradisi ritual. Edi Sedyawati mengemukakan bahwa topeng merupakan hasil kebudayaan yang usianya setua kebudayaan itu sendiri.

Topeng
Topeng dipahami sebagai hasil pahatan yang menyerupai wajah, bahkan profil yang diukirkan adalah mempresentasikan keseluruhan pribadi, maka topeng dapat dikenali sebagai keseluruhan pribadi seseorang, artinya topeng adalah menggambarkan karakteristik atau kepribadian seseorang. Karakteristik atau pribadi seseorang yang divisualisasikan melalui pahatan topeng tidak hanya wajah manusia, tetapi juga profil muka binatang. Pada hakikatnya penggambaran tersebut adalah sebuah simbolisasi. Diharapkan dari topeng adalah sebuah upaya mengkomunikasikan sesuatu yang melatar belakangi wujud topeng, artinya ada sesuatu yang secara esensial dibalik profil topeng yang dipahatkan. Seni pertunjukan dengan akar yang mungkin dari kebudayaan pra India yang animistik adalah wayang topeng atau tari bertopeng. Topeng adalah di antara kekayaan budaya yang umum dari masyarakat animistik di Asia Tenggara.
Menurut, tari bertopeng jawa yang tua menekankan pertunjukan magis dimana jiwa orang yang meninggal dihormati. Mereka adalah bagian dari ritual animistik orang Jawa primitif dan oleh sebab itu sangat tua. Seperti wayang topeng yang dipertunjukkan sekarang, dua atau tiga pemain bertopeng menari dan menggambarkan episode-episode dari sirkuls panji. (Van Lelyveld dalam Robby Hidajat,2004:3).
Bentuk ini memperoleh wujud yang jelas ketika tari yang bergaya India dipadukan dengan tari yang bergaya topeng sebagai hasilnya digunakan untuk memaparkan cerita Panji. Ini tentu terjadi setelah abad ke-14 ketika cerita Panji tersusun. Topeng menjadi terkenal diseluruh Jawa, Sunda, dan Bali. Topeng ditarikan di Istana dan oleh orang-orang desa sebagai tari rakyat. Ini popular terutama di Jawa Timur (Brandon,2003:66-67).

Fungsi Topeng
Istilah tentang pertunjukan bertopeng ternyata beragam, pertunjukan bertopeng itu mempunyai peran yang tidak kecil dalam masyarakat di Indonesia, setidaknya sebagai fenomena religi dan sekaligus memiliki kaitan erat dengan seni pertunjukan. Salah satunya adalah pertunjukan wayang kulit yang disebut dengan Ringgit. Fungsi utama Ringgit adalah sebagai sarana upacara menghormati roh-roh leluhur. Topeng di samping sebagai kegiatan ritual, ternyata digunakan juga sebagai bentuk pertunjukan. Hal ini yang memberikan peluang besar terhadap perkembangan pertunjukan topeng di wilayah Malang. Mengingat pertunjukan topeng tidak menyajikan cerita tentang dewa-dewa seperti yang ada pada epos Mahabarata, dan tidak juga menggelar tontonan yang terbuat dari kulit sapi.
Wayang topeng yang berkembang di sekitar wilayah Malang adalah sebuah pertunjukan yang khas, berbentuk drama yang ditampilkan oleh penari yang mengenakan topeng, pemain yang tampil tidak hanya menyembunyikan wajah, tetapi ada tujuan yang lebih esensial dan bersifat simbolis.

Wayang Topeng di Malang
Berdasarkan informasi Pigeaud (1938) yang diperoleh Bupati Malang Adipati Ario Surioadiningrat yaitu bahwa wayang topeng di kabupaten Malang tersebar di berbagai desa. Bukti bahwa pertunjukan topeng tersebar diberbagai desa terdapat pada kutipan berikut :
            Pada tahun 1928 di Kabupaten Malang terdapat 2 koleksi topeng. Pemain-pemain topeng yang terkenal asalnya dari Desa Pucangsongo di Kecamatan Tumpang, di zaman dahulu kepala desa tersebut yang bernama Suritruno, terkenal karena pandai menari topeng. Belum lama ini di Malang dan sekitarnya semua pemuda dan priyayi harus dapat menari tari topeng, karena itu pada pesta-pesta tidak jarang tari topeng dilakukan oleh para priyayi. M. Soleh Adi Pramono merupakan pewaris wayang topeng di wilayah Tumpang (Pigeud, 1938:217).
Berikut tokoh-tokoh yang berpengaruh terhadap wayang topeng
1.      M. Soleh Adi Pramono (wilayah Tumpang)
2.      Karimoen (Dusun Kedungmonggo-Pakis)
3.      Madya Utama (Jati Guwi-Sumber Pucung)
4.      Rasimoen (Dusun Glagahdoowo-Tumpang)
5.      Bardjo Diyono (Dusun Jambuwer)
6.      Cattam A.R (Dusun Kopral)

Simbolisasi Wayang Topeng Malang
Wayang topeng sebagai salah satu medium komunikasi spiritual magistis, utamanya sebagai penghormatan kepada roh nenek moyang. Roh nenek moyang tersebut diyakini masyarakat desa tersebut bersemayam di Pundhen desa. Untuk memahami keyakinan masyarakat pendukung wayang topeng, ditelusuri secara struktural, mengkaji aspek realional antara pertunjukan wayang topeng, pundhen, sungai dan desa. Wayang topeng, pundhen dan sungai dikupas untuk mendapatkan kejelasan tentang makna yang memiliki kaitan satu dengan yang lain. Salah satu yang digunakan sebagai objek kajian adalah sebuah perkumpulan wayang topeng di Dusun Karang Pandan, Desa Pakisaji, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang.

 Letak Desa
Teritorial letak Desa Kedungmonggo berada di bawah sistem pemerintahan Desa Karang Pandan. Secara Administratif Desa Karang Pandan membawahi tiga dusun, yaitu Dusun Bendo, Dusun Karang Pandan, dan Dusun Kedungmonggo. Kedungmonggo ini adalah sesepuhnya. Jabatannya aris. Saya tidak tahu apa nama jabatan aris tersebut, apakah sama dengan jabatan Kepala Desa atau Petinggi. Kira-kira tahun 1930-an sebelum perang agresi militer. Kecamatan Pakisaji terdapat dua puluh enam desa, kemudian digabung dua belas dusun. Waktu itu Dusun Kedungmonggo digabung dengan Dusun Bendo dan Dusun Karang Pandan. Tiga Desa tersebut diundi untuk memilih tempat-tempat yang dijadikan kantor kelurahan. Hasil undian didapatkan oleh Dusun Karang Pandan. Oleh sebab itu sampai sekarang nama desa yaitu Desa Karang Pandan, dan kantor desanya, di Dusun Karang Pandan  ( Dahlan, dalam Robby wawancara 3 Mei 2005).
Membersihkan diri di belik seakan-akan menjadi kebiasaan yang tidak dapat dihilangkan. Mereka merasa lebih segar, lebih bergairah, dan lebih puas jika mandi di sungai. Beberapa orang menceritakan bahwa mandi di sungai pada pagi-pagi buta terasa hangat dan segar. Kebiasaan masyarakat Dusun Kedungmonggo tersebut merupakan sebuah ritus personal yang secara regular dilkukan untuk mensucikan diri, melepaskan kotoran badan, dan menyatukan diri dengan air yang merupakan sumber kehidupan. Sungai hanya merupakan kebutuhan mandi, mencuci dan buang hajat. Di sebelah utara juga ada tempat yang disebut dengan Sumber Gong, yaitu sumber yang cukup besar untuk mengairi sawah dan ladang seluruh Desa Kedungmonggo.
Di Desa Wajiombo Gunung Kawi memiliki tradisi bersih desa dengan cara memandikan dua buah topeng, yaitu topeng patih di sebuah belik. Kemudian setelah topeng dipakai penari dilanjutkan dengan sesaji dan menari disebuah pundhen desa. Ini menunjukkan sebuah ritual siklus penyucian diri, yaitu mengulangi sebuah situs yang berhubungan dengan kelahiran. Harapan yang dimohon adalah menjadikan pribadi manusia dan juga desa lahir kembali, bersih, seperti kain yang belum ternoda.
Sungai atau Kali
Sungai merupakan sumber kehidupan manusia, karena air yang mengalir telah menghubungkan gunung, tempat para dewa-dewa bersemayam dan menjadi pelindung manusia, dengan lautan, tempat para roh-roh jahat yang mengganggu atau mengancam keselamatan manusia. Sungai merupakan sebuah keyakinan kuno tentang kesuburan, merupakan sebuah siklus kelahiran dan proses regenerasi. Gunung yang terletak di utara dan laut yang terletak di selatan telah dihubungkan melalui poros yang disebut sungai. Sebuah jalur penghubung antara dunia atas, dunia tengah, dan dunia bawah.
Tiga unsur yang bersifat abadi, yaitu Klana Sewandana yang merupakan gambaran dunia bawah, lautan, urip (di selatan), Panji Asmarabangun merupakan gambaran dunia tengah, sungai, sing ngurupi (di tengah atau di desa), dan Sekartaji yang merupakan gambaran dunia atas, Gunung, Sing gawe urip (di utara). Analogi ini secara visual sering kali tidak dapat menunjukkan bahwa wayang topeng membahas tema penciptaan atau asmara, tetapi secara konseptual  ada sebuah kemungkinan untuk memasuki wilayah mistis tentang kejadian manusia, yaitu kesuburan. Domain ini utamanya terkait dengan adanya sifat, karakter, dan anasir manusia yang sebagai wujud kehidupan. Sugai merupakan bagian utama dari sebuah desa atau pemukiman yang permanen. Adanya aliran sungai, menghambat manusia untuk menjadi manusia mengembara. Mereka telah memasuki kehidupan baru, budaya agraris atau kehidupan baru, dunia yang menciptakan kesuburan, sungai sebagai tempat menyucikan diri. Ritual penyucian diri, dengan jalan membasuh sebagian atau seluruh badan lambing dari upaya manusia menghalau kekuatan jahat dari dunia kegelapan yang mengancam jiwa raga manusia (Nurwanto,2002:133).
Ritual penyucian diri sebagai penyatuan kembali secara temporer dengan yang asal mula, diikuti dengan penciptaan baru, sebuah kehidupan baru, dan siraman kematian dengan kebangkitan bayi atau ritual permandian untuk memperoleh kesehatan dan kesuburan. Ritual ini juga menciptakan sebuah tradisi gugur gunung atau gotong royong membersihkan lingkungan sewaktu diselenggarakan bersih desa.
Pundhen
           Pundhen setiap tahun selalu dibersihkan dengan cara mengadakan selamatan Wilujeng Dusun, selamatan desa tersebut dilakukan oleh orang yang merasa memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan kegiatan ritual. Sementara pihak desa hanya merestui saja dan kegiatan bersih desa dipusatkan di Desa Kedungmonggo. Masyarakat desa Kedungmonggo yang mendukung perhelatan tradisional tersebut menyebutkan sebagai wilujeng dusun. Demikian masyarakat dusun Kedungmonggo menyebut kegiatan memperingati saat pertama kalinya dusun Kedungmonggo menjadi sebuah pemukiman, yang umumnya disebut sebagai hari jadi dusun Kedungmonggo.
      Sehari sebelum selamatan berbagai acara dipersiapkan, seperti mendirikan tarup di depan rumah wakil kepala desa, membersihkan pundhen. Beberapa orang yang bertanggung jawab terhadap hal-hal tertentu untuk melakukan koordinasi. Beberapa hari sebelumnya mereka secara intensif sudah mengadakan perencanaan yang akan dilakukan. Meskipun demikian ternyata ada beberapa hal yang dianggap prinsif, seperti kegiatan Tayuban yang melibatkan masyarakat Nembel diputuskan tidak dilakukan. Keputusan itu diambil karena ada kekhawatiran terjadi keributan diantara warga, atau dimungkinkan akan mengundang masyarakat dari luar.

thanks to: 

Meru Widya, Satriah, Adi Yuni

0 komentar:

Posting Komentar